Sabtu, 29 Mei 2010

INDONESIA KRISIS

Di tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang semakin tinggi, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis ekonomi - yang dipicu oleh krisis moneter - beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama, kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat "tambal-sulam", ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang tengah menggema.
Kedua, rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat "dianak-tirikan", sektor pertanian pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Ketiga, rezim yang sangat korup telah membuat sendi-sendi perekonomian mengalami kerapuhan. Secara umum, segala bentuk korupsi akan mengakibatkan arah alokasi sumber daya perekonomian menjurus pada kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan tidak memberikan hasil optimum. Dalam kondisi seperti ini pertumbuhan ekonomi memang sangat mungkin terus berlangsung, bahkan pada intensitas yang relatif tinggi. Namun demikian, sampai pada batas tertentu pasti akan mengakibatkan melemahnya basis pertumbuhan.
Selanjutnya, praktik-praktik korupsi secara perlahan tapi pasti telah merusak tatanan ekonomi dan pembusukan politik yang disebabkan oleh perilaku penguasa, elit politik, dan jajaran birokrasi. Keadaan semakin parah ketika jajaran angkatan bersenjata dan aparat penegak hukum pun ternyata juga turut terseret ke dalam jaringan praktik-praktik korupsi itu.
Hancurnya kredibilitas pemerintah yang dibarengi dengan tingginya ketidakpastian itu telah menyebabkan terkikisnya kepercayaan (trust). Yang terjadi dewasa ini tidak hanya sekadar pudarnya trust masyarakat terhadap pemerintah dan sebaliknya, melainkan juga antara pihak luar negeri dengan pemerintah, serta di antara sesama kelompok masyarakat. Yang terakhir disebutkan itu tercermin dengan sangat jelas dari keberingasan massa terhadap simbol-simbol kekuasaan serta kemewahan dan terhadap kelompok etnis Cina, seperti yang dikenal dengan peristiwa Mei 1998.
Sementara itu, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dilihat dari respons masyarakat yang kerap kali berlawanan dengan tujuan kebijakan yang ditempuh pemerintah. Misalnya, kebijakan pemerintah yang seharusnya berupaya menggiring ekspektasi masyarakat ke arah kanan, justru telah menimbulkan respons masyarakat menuju ke arah kiri, dan sebaliknya. Faktor lainnya adalah semakin timpangnya distribusi pendapatan dan kekayaan, sehingga mengakibatkan lunturnya solidaritas sosial.

Rabu, 05 Mei 2010

Green accounting

Green accounting adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk faktor biaya lingkungan ke dalam hasil keuangan usaha. Telah dikemukakan bahwa produk domestik bruto mengabaikan lingkungan dan karena itu pembuat keputusan membutuhkan model revisi yang menggabungkan green accounting "akuntansi nasional hijau,". Istilah ini pertama dibawa ke umum digunakan oleh ekonom profesor berpengaruh Petrus Kayu di 80's. Ini adalah praktek controversial. Namun, karena deplesi sudah faktor dalam akuntansi untuk industri ekstraksi dan akuntansi untuk eksternalitas dapat sewenang-wenang. Lincoln Julian Simon, seorang profesor bisnis administrasi di University of Maryland dan Senior Fellow di Institut Cato, berpendapat bahwa penggunaan sumber daya alam hasil kekayaan yang lebih besar, seperti yang dibuktikan oleh harga jatuh dari waktu ke waktu dari hampir semua sumber daya yang tidak bisa diperbarui.

Studi kasus akuntansi hijau diterapkan penilaian pasar terutama untuk penipisan sumber daya alam. Dengan tidak adanya harga pasar untuk aset alam non-produksi, sumber daya alam sewa yang diterima dengan menjual output di pasar sumber daya digunakan untuk memperkirakan nilai sekarang bersih dan perubahan nilai (terutama dari deplesi) dari aset. Untuk degradasi lingkungan, biaya pemeliharaan menghindari atau mengurangi dampak lingkungan dapat diterapkan.

Pada tingkat makro peningkatan kekayaan produktif adalah determinan penting dari potensi pertumbuhan ekonomi suatu ekonomi. Terutama di negara-negara berkembang yang kaya sumber daya, sewa sumber daya alam, yang ditentukan dalam rekening sumber daya alam, dapat diserap dalam dana pembangunan. Alih-alih menggunakan penghasilan untuk konsumsi swasta dan publik jangka pendek, dana tersebut harus diinvestasikan dalam proyek-proyek pembangunan jangka panjang.

Sebuah kekuatan khusus akuntansi hijau adalah pengukuran biaya lingkungan yang disebabkan oleh agen-agen ekonomi rumah tangga dan perusahaan. Pencemar terkenal / pengguna membayar prinsip terus agen bertanggung jawab bertanggung jawab atas dampak lingkungan mereka. Para ekonom menganggap instrumen pasar internalisasi biaya lingkungan lebih efisien dalam membawa tentang produksi berkelanjutan dan pola konsumsi dari regulasi lingkungan hidup top-down. Dengan tidak adanya informasi akuntansi hijau, urgensi politik daripada perkiraan biaya rasional muncul untuk menentukan dalam banyak kasus pengaturan instrumen pasar.

Sabtu, 01 Mei 2010

Teknik sampling

Teknik sampling adalah bagian dari metodologi statistika yang berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi. Jika sampling dilakukan dengan metode yang tepat, analisis statistik dari suatu sampel dapat digunakan untuk menggeneralisasikan keseluruhan populasi. Metode sampling banyak menggunakan teori probabilitas dan teori statistika.

Teknik-teknik pengambilan sampel
Ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu:
1. Sampel acak atau random sampling / probability sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Sampel ini digunakan jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi.
2. Sampel tidak acak atau nonrandom samping / nonprobability adalah setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih artinya kemungkinannya 0 (nol).
Jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap teh botol.

Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Prosedurnya :
* Susun “sampling frame”
* Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
* Tentukan alat pemilihan sampel
* Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Prosedurnya :
* Siapkan “sampling frame”
* Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
* Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
* Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Prosedur :
* Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
* Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
* Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
* Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Prosedurnya :
* Susun sampling frame
* Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
* Tentukan K (kelas interval)
* Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
* Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
* Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

5. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Prosedurnya :
* Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
* Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
* Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
* Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
* Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)